Tabloid Gadget – Laporan terbaru Cloudflare untuk kuartal kedua (Q2) 2025 mengguncang dunia keamanan siber. Indonesia menempati peringkat pertama sebagai sumber serangan Distributed Denial of Service (DDoS) global, mengungguli Singapura dan Hong Kong. Cloudflare berhasil memblokir 7,3 juta serangan DDoS, dengan puncak intensitas mencapai 7,3 terabit per detik (Tbps). Meskipun jumlah serangan turun dari 20,5 juta di Q1, ancaman ini melonjak 44% dibandingkan Q2 2024. Jadi, apa makna temuan ini bagi Indonesia dan dunia? Mari kita telusuri.
Indonesia sebagai Sumber Serangan DDoS
Pertama, Anda perlu memahami bahwa peringkat ini tidak berarti pelaku serangan berasal dari Indonesia. Cloudflare menjelaskan bahwa data ini menunjukkan lokasi node botnet, proxy, atau titik akhir VPN. Dengan kata lain, pelaku siber global kemungkinan memanfaatkan perangkat di Indonesia, seperti IoT atau server dengan keamanan lemah. Oleh karena itu, posisi Indonesia sebagai sumber utama menegaskan urgensi untuk memperkuat infrastruktur digital lokal.
Selain itu, Cloudflare mencatat peningkatan serangan HTTP sebesar 9% dari Q1, mencapai 4,1 juta serangan, dan melonjak 129% dibandingkan Q2 2024. Sebaliknya, serangan lapisan jaringan (L3/L4) turun 81% menjadi 3,2 juta. Namun, serangan hyper-volumetric, yang melebihi 1 Tbps atau 1 miliar paket per detik, meningkat drastis. Cloudflare memblokir lebih dari 6.500 serangan semacam ini, rata-rata 71 per hari. Dengan demikian, ancaman siber kini lebih singkat namun jauh lebih intens, sering kali berlangsung hanya 35-45 detik.
Sektor dan Wilayah yang Paling Terkena Dampak
Cloudflare mengungkapkan bahwa pelaku siber menargetkan sektor telekomunikasi, penyedia layanan, dan operator jaringan secara intensif. Selanjutnya, industri internet, teknologi informasi, dan perjudian juga menghadapi ancaman besar. Menariknya, sektor pertanian melonjak 38 peringkat menjadi posisi delapan sebagai target serangan. Dengan kata lain, tidak ada industri yang aman dari ancaman siber. Oleh karena itu, semua sektor harus memperkuat pertahanan digital mereka.
Dari segi geografis, Tiongkok menjadi negara yang paling sering diserang, diikuti oleh Brasil, Jerman, dan India. Vietnam dan Rusia juga masuk dalam 10 besar target dengan peningkatan signifikan. Sementara itu, Indonesia, Singapura, dan Hong Kong mendominasi sebagai sumber serangan, diikuti oleh Argentina dan Ukraina. Jadi, ancaman DDoS bersifat global, dengan pelaku memanfaatkan infrastruktur dari berbagai wilayah untuk melancarkan serangan.
Serangan Terbesar dan Teknik yang Digunakan
Pada Mei 2025, Cloudflare memblokir serangan DDoS terbesar dalam sejarah, mencapai 7,3 Tbps, yang menargetkan penyedia hosting. Serangan ini, yang hanya berlangsung 45 detik, mengalirkan 37,4 terabyte data, setara dengan streaming ribuan film HD. Sistem pertahanan otonom Cloudflare berhasil menangkalnya. Selain itu, pelaku menggunakan botnet seperti DemonBot, yang mengeksploitasi perangkat IoT dan server Linux dengan port terbuka atau kata sandi lemah.
Pelaku siber juga menerapkan teknik canggih. Mereka menggunakan banjir DNS, SYN, dan UDP untuk serangan L3/L4, sementara serangan HTTP menargetkan aplikasi web dengan metode seperti impersonasi browser atau atribut HTTP mencurigakan. Dengan demikian, pelaku terus berinovasi untuk menghindari deteksi dan memaksimalkan dampak.
Dampak dan Langkah Perlindungan
Bagi bisnis di Indonesia, laporan ini menjadi peringatan penting. Serangan DDoS dapat mengganggu operasional, merusak reputasi, dan melemahkan kepercayaan pelanggan. Cloudflare mencatat bahwa 71% pelanggan yang diserang tidak tahu siapa pelaku di baliknya. Dari 29% yang mengidentifikasi pelaku, 63% menunjuk kompetitor, terutama di industri perjudian dan kripto, sementara 21% menyebut aktor negara. Selain itu, serangan DDoS berbasis ransom melonjak 68% dari Q1, dengan puncaknya pada Juni 2025.
Untuk melindungi bisnis, Cloudflare menyarankan Anda menerapkan solusi keamanan berlapis dan memantau lalu lintas jaringan secara real-time. Mereka juga menyediakan DDoS Botnet Threat Feed gratis untuk membantu penyedia layanan mengidentifikasi dan menutup botnet. Selain itu, Anda harus memperbarui perangkat IoT, menutup port SSH yang tidak perlu, dan menggunakan kata sandi kuat untuk mengurangi risiko. Dengan kata lain, tindakan proaktif menjadi kunci untuk menghadapi ancaman siber.
Kesimpulan
Laporan Cloudflare Q2 2025 menempatkan Indonesia sebagai sumber utama serangan DDoS global, menyoroti kerentanan infrastruktur digital lokal. Dengan ancaman yang semakin canggih dan intens, bisnis dan pemerintah harus segera memperkuat pertahanan siber. Jadi, pantau sistem Anda, perbarui keamanan, dan manfaatkan solusi seperti Cloudflare untuk perlindungan maksimal. Apakah bisnis Anda sudah siap menghadapi ancaman DDoS? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar! Jika artikel ini bermanfaat, sebarkan ke rekan bisnis Anda untuk meningkatkan kesadaran keamanan siber.